Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

Unity In Diversity : Women's March 2019

Gambar
Women's March Sabtu, 27 April 2019 Malam sebelum Hari-H aku sudah menyiapkan properti aksi yang diperlukan, yaitu poster.  Suatu media yang menyuarakan suara yang selama ini hanya tersimpan dalam benak karena masih banyak orang yang menutup mata bahkan telinga tentang isu - isu kemanusiaan yang terjadi di sekitar mereka. Women's March, disinilah wadah dimana kami mampu menyuarakan dan menyatakan tanpa rasa takut, tanpa rasa khawatir tak didengar, dan tanpa rasa cemas akan stigma karena di tempat ini kami bebas berekspresi dan menunjukkan warna tanpa takut berbeda,  unity in diversity not in uniformity . "IDGAF, HUMANITY FIRST!", adalah isi kepala yang akhirnya aku tuangkan di atas lembaran kardus dengan cat berwarna merah dan hitam, ditambah cap tangan yang menegaskan bahwa,"This is Me, A Humanist!". Akhirnya,  unek - unek   ku selama ini tersampaikan secara g a mblang karena pernah suatu ketika seseorang mengatakan bahwa aku terlalu liber...

Kamu

K amu adalah kemustahilan yang selalu aku semogakan. Mungkin terdengar naif, mengharap kepada orang sepertimu, dengan segala sisi yang kukagumi, yang mungkin ribuan mata akan tersihir melihat ke arahmu. Hingga akhirnya waktu mendekatkanku padamu, namun tak menghantarkanmu padaku. Mengagumimu sesederhana mengamati bintang dari jauh yang membuatku teduh. Dan do’a adalah upayaku menyampaikan kepingan rindu itu. Rindu yang entah kapan akan berujung temu. Karna hanya sapa akupun tak mampu. Hingga pada akhirnya, semua kembali kuserahkan kepada waktu. Biar garis waktu yang menjadi saksi bisu akan perjalananku mencintaimu. Dalam tenang dan diam, aku bertahan. Mempercayai segala kemungkinan – kemungkinan bahwa akan ada saatnya semua akan bermuara. Aku biarkan semuanya mengalir, seperti sungai yang gemerciknya bahkan mungkin tak kamu dengar. Aku biarkan semesta ikut memainkan peranya, Karna aku tak pandai memaksa. Karna pertemuan pertamaku denganmu, sudah cu...

Jakarta, Kota Penguji Nurani

Gambar
         Kala itu, waktu sore hari di toko buku. Dari emperan toko, aku melihat seorang anak kecil yang mungkin sepantaran dengan adikku berjalan dengan menjunjung karung besar di punggung tubuhnya yang mungil. Baju nya yang lusuh memberitahuku siapa dia. Ia terus berjalan tanpa menghiraukan kebisingan jalanan. Dan mirisnya, aku hanya terpaku memandangi bocah kecil itu.        Kebetulan waktu itu aku belum lama hidup di perantauan,   di kota metropolitan, Jakarta. Aku yang berasal dari kampung, dimana seorang anak kecil seusianya hanya tahu main, main dan main, disini aku disuguhi pemandangan sebaliknya.  Aku prediksi usia bocah itu belum genap tujuh tahun, namun punggung nya sudah memikul beban hidup dan sudah berusaha memutar otak memikirkan bagaimana cara agar bisa makan.          Pemandangan yang menyakitkan mata dan juga batin ketika kita tidak bisa berbuat apa – apa. Otakku sibuk merenung,...