Hello, Stranger.
Waktu itu ketika matahari belum turun ke peraduannya, dan aku masih asik menghabiskan waktu melihat lini cerita di akun instagramku. Tiba - tiba ada pesan dari seseorang yang tak aku kenali nama dan wajahnya.
"Hi.", sapanya singkat,
"Hallo."
Namanya Mas Erick, kupanggil dia Mas karena budaya jawa sangat kental sekali dengan penghormatannya kepada seseorang yang lebih tua, atau sering disebut dengan "Ngajeni".
Mas Erick adalah seseorang yang aku temukan di sosial media; Steller. Dia menaruh minat kepada kopi dan cerita travelling nya, melalui kemampuan dia memotret sesuatu membuatku tertarik untuk akhirnya mencari akun lain dan munculah akun instagramnya yang kemudian aku ikuti juga.
Wow, dia adalah seorang fotografer rupanya.
Dan keingintahuanku hanya berhenti sampai disitu.
Hingga kemudian dia mengirim pesan untuk pertama kalinya.
Percakapan terus berlanjut, dia adalah sarjana lulusan arsitektur dan dari sana dia mulai berbagi pengalamannya.
Dari Mas Erick aku belajar untuk menjadi dewasa, belajar mengelola emosi dengan baik, dan belajar bagaimana menghargai diri sendiri dan orang lain, menjadi lebih baik setiap harinya dan hal yang paling menginspirasi darinya adalah bagaimana dia yakin dengan mimpi dan ambisinya.
"You could be if you want.", kalimat pertama yang dia ucapkan ketika aku sudah mulai ragu dengan diriku.
Salah satu orang yang membuat dia hingga menjadi seperti sekarang adalah kakaknya, his sister said, "Semua tergantung seberapa usaha lu buat make it."
Dan aku kagum dengan dua bersaudara yang sama keras kepalanya dengan mimpi mereka.
"What is you favorite color?"
"Navy."
Kemudian dia menjelaskan Navy adalah warna yang condong dengan ketenangan, itulah kenapa dia mampu membaca kepribadianku dari warna. But there is the bad side also, yaitu sering memendam perasaan. And sadly, that's true.
"Coba untuk suka warna cerah deh. Kaya merah, kuning, atau oren. Biar lebih cheerfull. Karna ketika warna kesukaanmu berubah, kepribadianmu juga ikut berubah lho."
Setengah tidak percaya, tapi memang beberapa bulan setelahnya aku mencoba untuk menyukai warna terang, setidaknya warna pastel yang lembut dan membuatku nyaman.
Yang mulanya menyukai paduan warna gelap sekarang lebih bisa mentoleransi warna yang lebih terang bahkan mencolok sekalipun.
Mungkin terdengar abstrak, tapi cukup masuk akal setelah sedikit demi sedikit perubahan terpancar dari diriku. Aku yang mulanya sulit membuka diri untuk berkenalan dengan orang baru, justru sekarang lebih bisa memulai pembicaraan tanpa mengkhawatirkan apapun. Lebih supel dan lebih percaya diri daripada sebelumnya.
Namun, tidak selalu warna yang bisa mengubah kepribadian kita. Karena kepribadian yang kita sandang terbentuk dari apa yang sudah kita lalui, lingkungan, sudut pandang dan bagaimana kita membawa diri. Mungkin juga kepribadianku yang sekarang adalah hasil dari apa yang aku cerna, seperti misalnya dari buku yang aku baca, apa yang aku lihat, atau dari setiap orang yang aku temui bahkan yang belum pernah kutemui sama sekali.
Seperti Mas Erick, yang pada awalnya sesederhana bertegur sapa hingga akhirnya membawa pelajaran berarti, yaitu tentang bagaimana ia mempertahankan asa dan upaya mengendalikan diri supaya tetap pada jalurnya. Juga sikapnya yang spontan dan berani mengambil resiko di tiap keputusan yang dipilihnya.
Dan hingga sekarang, ia masih menjadi tempat dimana aku mencari wejangan, haha.
Sehat selalu, Mas Erick.
Semoga suatu hari mampu bersua tidak hanya lewat aksara.
"Hi.", sapanya singkat,
"Hallo."
Namanya Mas Erick, kupanggil dia Mas karena budaya jawa sangat kental sekali dengan penghormatannya kepada seseorang yang lebih tua, atau sering disebut dengan "Ngajeni".
Mas Erick adalah seseorang yang aku temukan di sosial media; Steller. Dia menaruh minat kepada kopi dan cerita travelling nya, melalui kemampuan dia memotret sesuatu membuatku tertarik untuk akhirnya mencari akun lain dan munculah akun instagramnya yang kemudian aku ikuti juga.
Wow, dia adalah seorang fotografer rupanya.
Dan keingintahuanku hanya berhenti sampai disitu.
Hingga kemudian dia mengirim pesan untuk pertama kalinya.
Percakapan terus berlanjut, dia adalah sarjana lulusan arsitektur dan dari sana dia mulai berbagi pengalamannya.
Dari Mas Erick aku belajar untuk menjadi dewasa, belajar mengelola emosi dengan baik, dan belajar bagaimana menghargai diri sendiri dan orang lain, menjadi lebih baik setiap harinya dan hal yang paling menginspirasi darinya adalah bagaimana dia yakin dengan mimpi dan ambisinya.
"You could be if you want.", kalimat pertama yang dia ucapkan ketika aku sudah mulai ragu dengan diriku.
Salah satu orang yang membuat dia hingga menjadi seperti sekarang adalah kakaknya, his sister said, "Semua tergantung seberapa usaha lu buat make it."
Dan aku kagum dengan dua bersaudara yang sama keras kepalanya dengan mimpi mereka.
"What is you favorite color?"
"Navy."
Kemudian dia menjelaskan Navy adalah warna yang condong dengan ketenangan, itulah kenapa dia mampu membaca kepribadianku dari warna. But there is the bad side also, yaitu sering memendam perasaan. And sadly, that's true.
"Coba untuk suka warna cerah deh. Kaya merah, kuning, atau oren. Biar lebih cheerfull. Karna ketika warna kesukaanmu berubah, kepribadianmu juga ikut berubah lho."
Setengah tidak percaya, tapi memang beberapa bulan setelahnya aku mencoba untuk menyukai warna terang, setidaknya warna pastel yang lembut dan membuatku nyaman.
Yang mulanya menyukai paduan warna gelap sekarang lebih bisa mentoleransi warna yang lebih terang bahkan mencolok sekalipun.
Mungkin terdengar abstrak, tapi cukup masuk akal setelah sedikit demi sedikit perubahan terpancar dari diriku. Aku yang mulanya sulit membuka diri untuk berkenalan dengan orang baru, justru sekarang lebih bisa memulai pembicaraan tanpa mengkhawatirkan apapun. Lebih supel dan lebih percaya diri daripada sebelumnya.
Namun, tidak selalu warna yang bisa mengubah kepribadian kita. Karena kepribadian yang kita sandang terbentuk dari apa yang sudah kita lalui, lingkungan, sudut pandang dan bagaimana kita membawa diri. Mungkin juga kepribadianku yang sekarang adalah hasil dari apa yang aku cerna, seperti misalnya dari buku yang aku baca, apa yang aku lihat, atau dari setiap orang yang aku temui bahkan yang belum pernah kutemui sama sekali.
Seperti Mas Erick, yang pada awalnya sesederhana bertegur sapa hingga akhirnya membawa pelajaran berarti, yaitu tentang bagaimana ia mempertahankan asa dan upaya mengendalikan diri supaya tetap pada jalurnya. Juga sikapnya yang spontan dan berani mengambil resiko di tiap keputusan yang dipilihnya.
Dan hingga sekarang, ia masih menjadi tempat dimana aku mencari wejangan, haha.
Sehat selalu, Mas Erick.
Semoga suatu hari mampu bersua tidak hanya lewat aksara.
Komentar
Posting Komentar